ALIANSI PENERJEMAH INDONESIA
Dari yang kami alami selama bertugas sebagai bagian Pemasaran Perusahaan yang menyediakan jasa alih bahasa baik tertulis (Translator) maupun lisan (Interpreter), kami dipercaya untuk melayani dan/atau mengirimkan tenaga penerjemah khususnya penerjemah lisan ke beberapa pengguna jasa yang meliputi:
1. Perseorangan
a. Pertemuan keluarga
2. Perusahaan Swasta
a. Pertemuan Bisnis
b. Presentasi
c. Lokakarya
3. Instansi Pemerintah
a. Seminar Ilmiah
4. Lembaga Penegak Hukum
a. Berita Acara Pemeriksaan di
i. Polisi (Polsek, Polda dan Mabes)
ii. Kejaksaan
iii. Komisi Pemberantasan Korupsi
b. Sidang perkara di Pengadilan
i. Pengadilan Perdata & Pidana
ii. Pengadilan Niaga
Khususnya di Lembaga Penegak Hukum, diperlukan sikap tertentu yang berbeda (tidak memihak, tidak memberikan komentar dan kesimpulan) sehingga justru bagi mereka yang menguasai pengetahuan tentang Hukum, cenderung dianggap melampaui tugasnya.
Sedang saat melayani ditempat lain (Presentasi promosional misalkan), malah sering diharapkan bertindak sebagai nara sumber – sehingga persiapan untuk mempelajari materi yang akan diterjemahkan menjadi persyaratan.
Dari kemampuan yang belum bisa terukur dengan jelas, ikut mengakibatkan sehingga harga dan standar penentuan tarip jasa penerjemahan menjadi sangat beragam.
Hal ini menyulitkan bagi calon konsumen (khususnya yang pertama kali) untuk menentukan kepada siapa dan dengan harga berapa pantas diberikan sebagai imbalan.
Seringkali kali, justru dari pihak pengguna jasa yang tidak mengetahui diperlukan nya persiapan bagi tenaga penerjemah untuk ikut mempelajari materi apa yang akan diterjemahkan. Sehingga penerjemah yang berpengalaman pun tidak mampu menampilkan kemampuan secara optimal (khusus nya untuk Simultaneous Interpreting) dan Pengguna jasa merasa dirugikan kemudian menganggap penerjemah atau Agen yang menyediakan tenaga penerjemah tidak professional.
Berbicara mengenai kemampuan yang terukur, telah dilakukan sertifikasi oleh LBI – UI kemudian dilanjutkan dengan penerbitan SK Gubernur (kebanyakan DKI) untuk mereka yang diangkat sebagai Penerjemah Tersumpah, tanpa menjelaskan apakah penerjemah tertulis atau penerjemah lisan yang keduanya tidak selalu dimiliki secara seimbang oleh pribadi yang sama.
Pengalaman kami membuktikan, mereka yang memiliki gelar Penerjemah Tersumpah tidak mengasah kemampuan nya, dan tidak pernah ada semacam ujian berkala untuk memastikan kemampuan berbahasa asing masih optimal, karena bahasa sebagai bagian dari budaya selalu mengalami perubahan dari jaman ke jaman. Dan banyak diantara mereka cukup puas dengan menjual Stempel Penerjemah Tersumpah tanpa sekalipun memeriksa hasil terjemahan, atau memberikan batasan tanggung jawab bagi yang diperbolehkan menggunakan stempel dan tanda tangan nya.
Kita boleh bersyukur, masih ada sejumlah besar Penerjemah tersumpah (Mandarin yang kami ketahui) yang mempertahankan tanggung jawab nya bahkan secara berlebihan tidak bersedia untuk memeriksa hasil terjemahan pihak lain agar bisa meningkatkan masyarakat pengguna jasa terjemahan.
Peningkatan drastis kebutuhan jasa penerjemah bahasa Mandarin, tidak diimbangi dengan peningkatan jumlah penerjemah tersumpah. Bisa diduga hukum pasar (supply dan demand) berlaku dan harga bisa meningkat tidak terkenmdali (Untunglah hingga saat ini belum terjadi). Yang kami alami adalah mereka merasa berhak menolak terjemahan dengan alasan pribadi (misalkan malas) berapapun dibayar.
Siapa yang bertanggung jawab untuk melayani masyarakat pengguna jasa alih bahasa??? Ini untuk kalangan pengguna jasa penerjemah tertulis – Quo Vadis untuk kalangan pengguna jasa penerjemah lisan.
Pengacara dan Hakim pun pernah menolak kehadiran penerjemah dengan alas an tidak memiliki SK Gubernur, atau bukan sebagai anggota Perkumpulan Penerjemah tertentu, sekalipun penolakan ini tidak berdasar dan sangat diskriminatif.
Diskriminasi bukan hanya terhadap meraka yang mencari nafkah dengan cara memberikan jasa penerjemah, kami pernah mendampingi terpidana dalam Sidang PK (Peninjauan Kembali) dimana terbuka fakta di persidangan saat penangkapan, pemeriksaan dan sidang dimasa lalu, tidak didampingi oleh penerjemah.
Apakah Perkumpulan Penerjamah yang ada pernah terlintas untuk melakukan upaya perbaikan, bahkan memperhatikan pun tidak.
Perkumpulan yang ada bahkan menunjukkan sikap kurang berkenan dengan mereka yang berusaha mengajukan usulan atau upaya perubahan untuk menjadi lebih baik.
Apakah hak untuk berserikat bagi warga Negara Indonesia masih diberlakukan ?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment